Home Feature & Community Di Balik Paes Ageng Luna Maya, Makna Filosofis dari Riasan Sakral yang Dulu Hanya Untuk Keluarga Keraton
Feature & Community

Di Balik Paes Ageng Luna Maya, Makna Filosofis dari Riasan Sakral yang Dulu Hanya Untuk Keluarga Keraton

Paes ageng, salah satu dari enam jenis riasan pengantin Yogyakarta, ternyata memiliki sejarah istimewa

Luna Maya gunakan riasan Paes Ageng (Istimewa)

Showbizline – Penampilan Luna Maya dengan paes ageng Yogyakarta beberapa waktu lalu bukan sekadar tentang kecantikan visual. Setiap goresan riasan yang menghias wajahnya menyimpan filosofi mendalam tentang peran perempuan dalam kehidupan berumah tangga.

Paes ageng, salah satu dari enam jenis riasan pengantin Yogyakarta, ternyata memiliki sejarah istimewa. Awalnya, riasan ini hanya boleh digunakan oleh keluarga kerajaan di lingkungan Kraton Yogyakarta.

Kini, meski bisa dinikmati berbagai kalangan, proses penerapannya tetap sarat dengan ritual dan makna sakral. Mengutip Kompas, menjadi juru rias paes ageng bukan sekadar soal keterampilan teknis.

Sang juru rias harus memiliki kekuatan batin dan menjaga kebersihan diri dengan menjalani puasa sebelum memulai pekerjaannya. Tradisi ini dipercaya mampu menghasilkan riasan yang ‘cantik, bersinar, dan manglingi’, bersinar dengan aura spiritual.

Setiap Goresan Punya Makna

Yang paling mencolok dari paes ageng adalah ‘alis menjangan’ atau alis tanduk rusa yang bercabang. Bentuk ini bukan tanpa alasan. Ia melambangkan kecerdikan, kecerdasan, dan keanggunan hewan tersebut, karakter yang diharapkan melekat pada pengantin perempuan.

Di dahi, terdapat ‘paes prada’, pola riasan hitam dengan garis emas yang terdiri dari lengkungan-lengkungan dengan makna berbeda yaitu lengkungan kecil (pengapit) merupakan simbol keseimbangan, dan lengkungan besar sebagai representasi kebesaran Tuhan.

“Riasan ini mengingatkan perempuan untuk menjadi penyeimbang dalam rumah tangga, di bawah lindungan Yang Maha Kuasa,” jelas Budayawan Yogyakarta, Ki Sutanto, seperti dikutip dari Tempo.

Simbol-Simbol Penuh Arti

Tak kalah menarik adalah ‘cithak’, titik kecil di antara alis yang sering disalahartikan sebagai tilak India. Dalam filosofi Jawa, cithak melambangkan pola pikir perempuan yang harus selalu fokus, visioner, dan setia.

Sementara ‘centhung’, aksesori di kedua sisi kepala, melambangkan gerbang menuju kehidupan baru. Sedangkan ‘cunduk mentul’ (hiasan kepala berjumlah ganjil) menurut Tribun Solo melambangkan sinar matahari yang memberi kehidupan, dengan jumlah lima buah menyimbolkan kesempurnaan (sarwo linuwih).

Paes Ageng di Era Modern

Meski berakar dari tradisi keraton, paes ageng kini mengalami adaptasi. Seperti yang terlihat pada Luna Maya, beberapa elemen dimodifikasi tanpa menghilangkan esensi filosofisnya.

“Kami tetap mempertahankan makna filosofisnya, tapi dalam penerapan bisa lebih fleksibel,” ujar Mbah Joyo, salah satu juru rias senior paes ageng kepada Detik.

Fenomena paes ageng yang populer di kalangan selebriti ini menurut antropolog UI, Dr. Siti Nurhaliza, menunjukkan geliat baru dalam pelestarian budaya.

“Ini bentuk apresiasi generasi muda terhadap warisan leluhur yang sarat makna,” paparnya.

Previously

Kisah Christine Hakim di Balik Layar Film 'Tjoet Nja Dhien' yang Legendaris, Ada Banyak Pengorbanan

Next

Erika Carlina Buka Suara Soal Operasi Plastik, Disebut Makin Menawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Showbizline
advertisement
advertisement