Bittersweet of Life Denada: Titik Terendah saat Uang di ATM Tinggal Rp200 Ribu
Di balik senyum lebar dan langkah percaya diri yang kita lihat di layar kaca, tersimpan kisah penuh luka, air mata, dan kekuatan yang tak terlihat.

Showbizline - Kalimat itu terucap dari mulut Denada—artis, ibu, dan survivor kehidupan—yang telah melalui badai demi badai dalam hidupnya.
Di balik senyum lebar dan langkah percaya diri yang kita lihat di layar kaca, tersimpan kisah penuh luka, air mata, dan kekuatan yang tak terlihat.
Hidup yang Terlihat “Baik-Baik Saja”
Sebelum semua badai datang, hidup Denada terlihat begitu normal. Ia adalah penyanyi, presenter, juga ibu dari Aisha Aurum.
Kariernya stabil, rumah tangganya dengan fotografer terkenal Jerry Aurum dikira adem ayem. Namun pada Oktober 2015, segalanya berubah.
Ia resmi bercerai—sebuah keputusan besar yang tidak ia sesali, tapi tetap ia anggap sebagai sebuah kegagalan.
“Aku sempat trauma, bahkan berjanji nggak akan menikah lagi.”
Kehidupan yang ia bangun selama bertahun-tahun seolah retak. Namun ia tetap berjalan, mengurus Aisha seorang diri, dan berusaha tetap kuat di depan publik.
Tak disangka, hidupnya kembali diuji. Kali ini, bukan untuk dirinya. Tapi untuk darah dagingnya sendiri—Aisha.
Vonis yang Menghantam: Anakmu Kena Leukimia

Awal 2018, Denada melihat gejala-gejala tidak biasa pada Aisha. Demam berkepanjangan, badan lemas.
Dokter spesialis anak di Jakarta menyarankan konsultasi lebih lanjut dengan dokter ahli darah anak.
“Dokternya curiga. Tapi untuk menegakkan diagnosis, harus ada tes BME—bone marrow aspiration.”
Setelah diskusi panjang dengan keluarga, termasuk ayah Aisha dan seorang kerabat dokter, Denada memutuskan membawa Aisha ke Singapura.
Pada 6 Juni 2018, dengan hati gundah, ia terbang membawa anak semata wayangnya—lalu datanglah hari itu, hari ketika kata leukimia tak lagi sekadar nama penyakit, tapi kenyataan hidup.
“Dokternya bilang, ‘I’m very sorry…’”
Detik itu juga, dunia Denada hancur. Tapi ia tak punya waktu untuk larut. Harus segera menjalani pengobatan, transfusi, kemoterapi, bahkan pemasangan alat di tubuh Aisha—kimupor—untuk akses kemoterapi.
“Lihat anak kecil harus ditusuk jarum, ambil darah, itu menyakitkan sekali…”
Ketika Doa Adalah Segalanya

Di tengah perjuangan itu, Denada pernah sampai pada titik yang begitu rapuh. Saat Aisha harus transfusi lagi dan lagi, ia menelepon ibunya, mendiang Emilia Contessa sambil menangis. Untuk pertama kalinya, ia tak kuasa menahan emosi.
“Aku bilang, kenapa ya Allah? Kenapa ini terjadi sama anakku?”
Namun, respons sang ibu justru begitu keras dan menampar kesadarannya. “Stop, Dina! Jangan pernah mempertanyakan Tuhan atas apa yang Dia izinkan terjadi.”
Sejak saat itu, Denada menggenggam satu hal erat-erat, yaitu keyakinan. Ia percaya Tuhan Maha Pemelihara. Ia mulai menyerahkan segalanya.
“Aku nyerah, bukan artinya kalah. Tapi aku berserah. Terserah Tuhan.”
Titik Terendah: Ketika ATM Hanya Berisi 200 Ribu

Pengobatan Aisha memerlukan biaya sangat besar. Denada tak bisa bekerja selama dua tahun. Ia pun kehabisan dana.
“Pernah, saldo ATM cuma 200 ribu. Dan itu bukan sekali.”
Ia tidak gengsi. Ia menghubungi teman-temannya, menelepon stasiun TV, bahkan meminta dicarikan pekerjaan apa pun ke manajernya. Lalu semesta mulai menunjukkan jalan.
Ia menjadi instruktur Zumba, mengajar kelas online demi menyambung hidup. Walau tak besar, pekerjaan itu memberinya harapan dan menjaga kesehatan mentalnya.
“Aku bersyukur. Pertolongan Tuhan itu datang dalam bentuk yang tidak selalu kita duga.”
Kemenangan Itu Datang

Setelah hampir tiga tahun, bolak-balik rumah sakit, kemoterapi dua sampai tiga kali seminggu, Denada dan Aisha akhirnya mendengar kata yang begitu mereka nantikan.
“This is really the last chemo?”
Dokter mengangguk. Denada menangis, memeluk anaknya. Dalam perjalanan pulang, ia langsung bersujud syukur. Ia tahu, ini mukjizat. Bahwa Tuhan memang tidak pernah meninggalkannya.
“Dokter menyebut Aisha sebagai survivor. Kami berharap ia terus sehat, selamanya.”
Dunia Berputar: Denada Kini

Setelah semua itu, Denada tak hanya kembali ke dunia hiburan, tapi juga kembali sebagai pribadi yang lebih kuat. Ia tampil lagi di layar kaca Indonesia, menjadi bintang tamu, pembawa acara, bahkan penyanyi.
Baru-baru ini, namanya kembali ramai dibicarakan usai menjalani operasi plastik di Thailand—dengan biaya yang sangat besar.
“Penampilanku mungkin berubah. Tapi nilai hidupku? Justru semakin dalam.”
Ia kini berdiri di atas luka yang telah ia lewati. Bukan untuk mengeluh, tapi untuk menjadi saksi: bahwa dunia selalu berputar. Di balik tangis, ada tawa yang menunggu.
Penutup: Ibu, Anak, dan Kehidupan

Kisah Denada bukan sekadar cerita seorang selebriti. Ini adalah potret nyata tentang seorang ibu yang kehilangan segalanya, tapi memilih untuk bangkit dan berjuang.
Ia adalah Denada—seorang wanita yang tak malu meminta pertolongan, tak ragu menyerahkan diri pada Tuhan, dan tak lelah mencintai anaknya dengan seluruh jiwa.
“Kalau kamu merasa kesulitan dengan apa yang kamu hadapi sekarang, menangislah ke Tuhan. Tapi jangan pernah pertanyakan keputusan-Nya.”
Itulah pelajaran dari Denada, bahwa dalam hidup, kita tak bisa memilih ujian apa yang datang, tapi kita bisa memilih untuk terus berjalan. Bahkan saat dunia runtuh sekalipun.