Home Feature & Community Mengenal Genre BL, Romansa yang Melewati Batas Gender: Apa Kaitannya dengan Kampanye LGBT?
Feature & Community

Mengenal Genre BL, Romansa yang Melewati Batas Gender: Apa Kaitannya dengan Kampanye LGBT?

BL pertama kali populer di Jepang pada dekade 1970-an dengan istilah yaoi dan shounen-ai, lalu menyebar luas ke negara-negara Asia seperti Thailand, Korea Selatan, hingga Indonesia.

Pro kontra Genre BL yang disebut merupakan kampanye LGBT (Istimewa)

Showbizline – Genre Boys’ Love atau biasa disingkat BL merupakan jenis karya fiksi yang menampilkan kisah cinta antara dua karakter pria.

BL pertama kali populer di Jepang pada dekade 1970-an dengan istilah yaoi dan shounen-ai, lalu menyebar luas ke negara-negara Asia seperti Thailand, Korea Selatan, hingga Indonesia.

Saat ini, BL tak hanya hadir dalam bentuk manga dan anime, tapi juga drama televisi, web series, hingga film layar lebar.

Beberapa judul populer seperti 2gether The Series (Thailand), Semantic Error (Korea), dan My Beautiful Man (Jepang) turut mendorong peningkatan minat terhadap genre ini.

Di Indonesia, walau belum banyak produksi lokal yang terang-terangan mengangkat kisah BL, antusiasme penonton terhadap drama luar negeri bertema BL terus meningkat.

Hubungan Genre BL dengan Kampanye LGBT

Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah genre BL mendukung kampanye LGBT? Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak.
Pro kontra Genre BL yang disebut merupakan kampanye LGBT (Istimewa)

Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah genre BL mendukung kampanye LGBT? Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak.

Secara umum, genre BL sering dianggap sebagai bentuk representasi non-konvensional terhadap hubungan romantis sesama jenis.

Ini membuka ruang baru bagi penonton untuk mengeksplorasi dan memahami dinamika cinta yang lebih inklusif.

Beberapa pendukung LGBT melihat genre BL sebagai jembatan menuju penerimaan, atau paling tidak toleransi, terhadap komunitas queer.

Namun, perlu dicatat bahwa BL tidak selalu dibuat oleh dan untuk komunitas LGBT. Banyak cerita BL yang ditulis oleh penulis perempuan heteroseksual, dan lebih berfokus pada fantasi romantis ketimbang realitas kehidupan kaum LGBT.

Hal ini membuat sebagian aktivis LGBT mengkritik genre ini sebagai bentuk fetishization atau eksploitasi romantika queer demi kepuasan penonton tertentu, bukan untuk mengadvokasi hak-hak LGBT secara nyata.

Pro dan Kontra di Indonesia

Di Indonesia, genre BL berada di zona abu-abu. Meskipun memiliki basis penggemar yang cukup besar, terutama di kalangan Gen Z dan komunitas fandom, genre ini juga mendapat resistensi dari sebagian masyarakat.

Pro:

  • Kebebasan Ekspresi – BL dianggap sebagai ruang alternatif bagi narasi yang selama ini kurang terwakili dalam budaya populer Indonesia.
  • Pendidikan Emosi – Banyak penonton menilai bahwa BL mengajarkan empati, kesetiaan, dan dinamika hubungan yang sehat.
  • Pintu Diskusi – BL bisa menjadi cara halus untuk memperkenalkan topik LGBT di tengah budaya yang masih konservatif.

Kontra:

  • Norma Sosial dan Agama – Banyak pihak menilai bahwa tayangan BL bertentangan dengan norma agama dan budaya Indonesia.
  • Sensitivitas Anak dan Remaja – Kekhawatiran muncul karena sebagian besar konten BL menyasar penonton remaja, yang dianggap masih rentan dalam membentuk pandangan seksual.
  • Stigma LGBT – BL kadang justru memperburuk stereotip terhadap kaum LGBT karena gambaran yang terlalu romantis atau tidak realistis.

Pemerintah sendiri belum secara resmi mengatur genre BL dalam Undang-Undang, tetapi Lembaga Sensor Film (LSF) kerap menyeleksi ketat konten-konten BL yang masuk platform digital atau media penyiaran.

Di sisi lain, banyak penggemar beralih ke platform global seperti YouTube dan lainnya untuk mengakses serial BL favorit mereka.

Fenomena Budaya Modern yang Kompleks

Genre BL adalah fenomena budaya pop yang kompleks. Di satu sisi, ia menjadi ruang berekspresi yang lebih inklusif dan membuka ruang diskusi soal keragaman orientasi seksual.

Di sisi lain, genre ini juga masih menimbulkan perdebatan seputar norma, edukasi, dan batas antara hiburan dan advokasi.

Dengan pertumbuhan pesat media digital, genre BL tampaknya akan terus berkembang dan menantang batas-batas narasi arus utama.

Namun, penting untuk tetap menempatkan genre ini dalam konteks yang kritis—baik dari sudut pandang seni, sosial, maupun etika.

Previously

Gaya Viral Terbaru Jennie BLACKPINK di Bandara: Bra Merah, Sepatu Jari, dan Nuansa Musim Panas

Next

Rachel Brosnahan dan 7 Pemeran Lois Lane dari Masa ke Masa, Siapa Favoritmu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Showbizline
advertisement
advertisement